Seringkali kita mendengar dan menggunakan ungkapan seperti ini: “Orang itu memiliki jiwa kepemimpinan”. Intinya bahwa pemimpin dilahirkan bukan dibentuk dan bahwa kepemimpinan adalah bakat alami yang dimiliki sekelompok kecil manusia! Pemikiran seperti ini telah mendominasi sejak lama. Di antara yang mendukung pendapat ini adalah Warren Bennis, dia berkata: “Anda tidak akan bisa mempelajari kepemimpinan, karena kepemimpinan adalah sesuatu yang bersifat pribadi dan hikmah. Keduanya adalah dua hal yang tidak mungkin dipelajari”.
Adapun Peter Drucker, seorang pakar kepemimpinan yang telah berusia 80 tahun lebih dan telah mengkaji pembahasan kepemimpinan selama lima puluh tahun mengatakan: “Kepemimpin harus dipelajari dan anda memiliki kemampuan untuk mempelajarinya”. Pendapat ini didukung oleh Warren Blank dalam perkataannya: “Manusia tidak dilahirkan sebagai pemimpin. Kepemimpinan tidak terprogram dalam gen-gen keturunan dan tidak ada manusia yang dalam jiwanya terbentuk sebagai pemimpin”.
Ini adalah pertanyaan yang membingungkan banyak orang: Apakah kepemimpinan dibentuk, yakni dipelajari atau tidak?
Menurut pendapat kami, bisa ya dan bisa tidak. Mengapa? Karena kita bisa mempelajari cara-cara, ketrampilan-ketrampilan, seni berkomunikasi dan semisalnya dengan mudah. Kita mampu menguasai teori-teori, strategi dan gaya-gaya kepemimpinan melalui pelatihan-pelatihan singkat atau berkelanjutan. Namun yang tidak bisa kita hasilkan dengan mudah adalah perasaan, semangat, kepekaan, respon, emosi, keinginan-keinginan, perhatian, keagungan dan perasaan-perasaan emosional lainnya yang membentuk seorang pemimpin.
Ada orang-orang yang diberi intuisi kepemimpinan dan ada yang tidak. Kepemimpinan dipelajari dan tidak dipelajari. Pemimpin dibentuk dengan latihan, pendidikan, peningkatan keahlian-keahlian dan pengarahan. Petunjuk kita dalam hal ini adalah perkataan Nabi SAW kepada al-Asyji r.a.: “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang disenangi oleh Allah: kesabaran dan kebijaksanaan”. Dalam riwayat yang lain ditambahkan, Asyji bertanya: “Ya, Rasulullah! Saya berakhlak dengan keduanya atau Allah yang menciptakan dalam diriku dua sifat itu?” Rasul menjawab: “Allah yang menciptakan dirimu dengan dua sifat tersebut”. Asyji berkata: “Alhamdulillah, yang telah menciptakan diriku dengan dua sifat yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”.
Ini adalah sifat alami dan murni yang dibawa sejak dia lahir. Kebalikan dari ini adalah ketika seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW: “Ya, Rasulullah! Berikanlah nasehat kepadaku”. Nabi SAW berkata: “Jangan marah”. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan bisa dipelajari.
Kepemimpinan Berhubungan dengan Dirimu Secara Keseluruhan
Semua pemikir dan penulis bagaimanapun hebatnya pendapat-pendapat dan pelatihan-pelatihan mereka, mereka tidak mampu mencetak dirimu menjadi pemimpin. Pemimpin tidak melahirkan pemimpin yang sempurna. Menyiapkan pemimpin tidak semudah menyiapkan kopi, para pemimpin terbentuk melalui proses yang lambat. Proses pendidikan kepemimpinan adalah proses yang panjang dan terus berlangsung melewati banyak langkah, mencakup beberapa hal berikut:
- Keturunan dan pengalaman masa kecil dan dengan terpenuhinya lingkungan yang mendukung bagi munculnya kepemimpinan.
- Seni dan ilmu sebagai landasan pengetahuan dan wawasan.
- Pengalaman menjadikan seseorang lebih bijaksana, hal ini datang dari pengamalan ilmu pengetahuan menjadi praktek riil.
- Latihan meningkatkan kemampuan dalam bidang-bidang tertentu seperti seni berkomunikasi.
Namun jika anda kekurangan pengalaman masa kecil, tidak mengambil spesialisasi dalam salah satu bidang ilmu atau seni atau latihan yang anda terima hanya bersifat formalitas... jangan putus harapan! Dan tidak berarti pula anda tidak mampu memimpin. Ketika kita berbicara kepemimpinan, maka seluruh pribadimu adalah subyek.
Tenangkanlah dirimu wahai sahabatku, engkau belum kalah
Hingga aku melihat dirimu di depan kesedihan termangu
Tenanglah wahai teman, dan carilah sebab-sebab
Menuju harapan dan tinggalkan segala keraguan
Memang demikianlah manusia, seandainya mereka tidak kehilangan harapan
Pastilah mereka menganggap pedihnya penolakan sebagai sanjungan
Adapun Peter Drucker, seorang pakar kepemimpinan yang telah berusia 80 tahun lebih dan telah mengkaji pembahasan kepemimpinan selama lima puluh tahun mengatakan: “Kepemimpin harus dipelajari dan anda memiliki kemampuan untuk mempelajarinya”. Pendapat ini didukung oleh Warren Blank dalam perkataannya: “Manusia tidak dilahirkan sebagai pemimpin. Kepemimpinan tidak terprogram dalam gen-gen keturunan dan tidak ada manusia yang dalam jiwanya terbentuk sebagai pemimpin”.
Ini adalah pertanyaan yang membingungkan banyak orang: Apakah kepemimpinan dibentuk, yakni dipelajari atau tidak?
Menurut pendapat kami, bisa ya dan bisa tidak. Mengapa? Karena kita bisa mempelajari cara-cara, ketrampilan-ketrampilan, seni berkomunikasi dan semisalnya dengan mudah. Kita mampu menguasai teori-teori, strategi dan gaya-gaya kepemimpinan melalui pelatihan-pelatihan singkat atau berkelanjutan. Namun yang tidak bisa kita hasilkan dengan mudah adalah perasaan, semangat, kepekaan, respon, emosi, keinginan-keinginan, perhatian, keagungan dan perasaan-perasaan emosional lainnya yang membentuk seorang pemimpin.
Ada orang-orang yang diberi intuisi kepemimpinan dan ada yang tidak. Kepemimpinan dipelajari dan tidak dipelajari. Pemimpin dibentuk dengan latihan, pendidikan, peningkatan keahlian-keahlian dan pengarahan. Petunjuk kita dalam hal ini adalah perkataan Nabi SAW kepada al-Asyji r.a.: “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang disenangi oleh Allah: kesabaran dan kebijaksanaan”. Dalam riwayat yang lain ditambahkan, Asyji bertanya: “Ya, Rasulullah! Saya berakhlak dengan keduanya atau Allah yang menciptakan dalam diriku dua sifat itu?” Rasul menjawab: “Allah yang menciptakan dirimu dengan dua sifat tersebut”. Asyji berkata: “Alhamdulillah, yang telah menciptakan diriku dengan dua sifat yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”.
Ini adalah sifat alami dan murni yang dibawa sejak dia lahir. Kebalikan dari ini adalah ketika seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW: “Ya, Rasulullah! Berikanlah nasehat kepadaku”. Nabi SAW berkata: “Jangan marah”. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan bisa dipelajari.
Kepemimpinan Berhubungan dengan Dirimu Secara Keseluruhan
Semua pemikir dan penulis bagaimanapun hebatnya pendapat-pendapat dan pelatihan-pelatihan mereka, mereka tidak mampu mencetak dirimu menjadi pemimpin. Pemimpin tidak melahirkan pemimpin yang sempurna. Menyiapkan pemimpin tidak semudah menyiapkan kopi, para pemimpin terbentuk melalui proses yang lambat. Proses pendidikan kepemimpinan adalah proses yang panjang dan terus berlangsung melewati banyak langkah, mencakup beberapa hal berikut:
- Keturunan dan pengalaman masa kecil dan dengan terpenuhinya lingkungan yang mendukung bagi munculnya kepemimpinan.
- Seni dan ilmu sebagai landasan pengetahuan dan wawasan.
- Pengalaman menjadikan seseorang lebih bijaksana, hal ini datang dari pengamalan ilmu pengetahuan menjadi praktek riil.
- Latihan meningkatkan kemampuan dalam bidang-bidang tertentu seperti seni berkomunikasi.
Namun jika anda kekurangan pengalaman masa kecil, tidak mengambil spesialisasi dalam salah satu bidang ilmu atau seni atau latihan yang anda terima hanya bersifat formalitas... jangan putus harapan! Dan tidak berarti pula anda tidak mampu memimpin. Ketika kita berbicara kepemimpinan, maka seluruh pribadimu adalah subyek.
Tenangkanlah dirimu wahai sahabatku, engkau belum kalah
Hingga aku melihat dirimu di depan kesedihan termangu
Tenanglah wahai teman, dan carilah sebab-sebab
Menuju harapan dan tinggalkan segala keraguan
Memang demikianlah manusia, seandainya mereka tidak kehilangan harapan
Pastilah mereka menganggap pedihnya penolakan sebagai sanjungan