Masalah memang bisa menghentikan kita untuk sementara waktu.
Tetapi hanya kita lah satu-satunya orang yang bisa menghentikannya secara
permanen.
Selamat datang masalah. Apakah anda takut berhadapan dengan masalah? Kebanyakan
orang tidak menyukai masalah dan melakukan apa saja untuk menghindarinya. Kalau
kita mengerti apa itu masalah, maka sebenarnya tidak perlu kita terlalu
khawatir. Justru itu menunjukkan bahwa kita memiliki tujuan, memiliki arah yang
kita inginkan
Setiap kita membuat keputusan, dan merancang apa-apa yang akan kita lakukan
untuk mencapai tujuan, maka sejak saat itu siap-siaplah untuk selalu menghadapi
masalah. Itu normal. Pekerjaan kita selanjutnya memang adalah menghadapi dan
menyelesaikan masalah. Terus saja kita berjalan. Jika tiba-tiba terjadi apa
yang tidak diinginkan, atau hasil pekerjaaan atau proyek kita ternyata jauh
berbeda dari apa yang sudah direncanakan, tentu tidak perlu kita mengeluh.
Segera saja kita kembali ke jalan yang seharusnya. Koreksi sedikit, dan kembali
melanjutkan perjalanan.
Dalam menghadapi masalah, manusia terbagi tiga. Ada sekelompok orang yang
hidupnya mengeluh saja terhadap masalah. Awalnya hanya masalah kecil, namun
karena terus dipelototin dan terus aja dibolak-balik, maka tampaklah masalah
itu jadi amat besar dan kian menakutkan.
Lalu ada sekelompok orang lagi yang ia bisa menerima masalah itu sebagai sebuah
"takdir" lalu kemudian ia fokus pada solusi. Mata dan pikirannya tidak lagi
terus melihat saja kepada masalah itu, tapi bertanya dan mencari tahu,
bagaimana cara mengatasinya. Pikirannya ia fokuskan pada penyelesaian. Dan
ajaib sekali otak manusia, biasanya dengan mudah orang ini bisa
menyelesaikannya.
Sedangkan kelompok yang ketiga adalah manusia-manusia yang tidak hanya bersabar
dan menerima masalah itu, melainkan ia tetap mensyukurinya sebagai anugerah
Allah yang ia maknai sebagai "ujian ketrampilan", ujian keimanan, ujian
kesabaran, ujian kesempurnaan perjalanan ruhaninya, ujian terhadap
kemanusiaannya. Sehingga dengan demikian, apabila ia berhasil melampauinya,
maka naik kelas lah ia, makin dekat kepada Tuhan, dan makin hebat
ketrampilannya, makin sempurna kemanusiaannya.
Mereka-mereka ini tidak melihat masalah sebagai hal yang negatif, melainkan
melihatnya sebagai jalan dan metoda meningkatkan kemampuan, pengetahuan,
keahlian dan keimanannya, sehingga naiklah derajatnya baik di mata manusia,
maupun di hadapan Tuhan Allah. Ia menganggapnya sebagai peluang meningkatkan
derajat kesempurnaannya. Alhasil, jadilah ia makin sempurna, makin hebat pula
keahliannya, dan makin tinggi pula ilmunya.
Alkisah ada 2 orang sahabat sedang berbincang-bincang.
A: "Saya ini adalah orang yang paling disukai Allah."
B: "Apa buktinya?"
A: "Saya adalah orang yang tidak pernah diberi cobaan oleh Allah".
B: "Justru engkau orang yang paling jauh dari Allah. Sebab orang yang tidak
pernah diberi cobaan, berarti Allah tidak ingin mengujinya."
Jadi gimana? Apakah anda setuju kalau kita bersikap, "welcome the problem?"
Tetapi hanya kita lah satu-satunya orang yang bisa menghentikannya secara
permanen.
Selamat datang masalah. Apakah anda takut berhadapan dengan masalah? Kebanyakan
orang tidak menyukai masalah dan melakukan apa saja untuk menghindarinya. Kalau
kita mengerti apa itu masalah, maka sebenarnya tidak perlu kita terlalu
khawatir. Justru itu menunjukkan bahwa kita memiliki tujuan, memiliki arah yang
kita inginkan
Setiap kita membuat keputusan, dan merancang apa-apa yang akan kita lakukan
untuk mencapai tujuan, maka sejak saat itu siap-siaplah untuk selalu menghadapi
masalah. Itu normal. Pekerjaan kita selanjutnya memang adalah menghadapi dan
menyelesaikan masalah. Terus saja kita berjalan. Jika tiba-tiba terjadi apa
yang tidak diinginkan, atau hasil pekerjaaan atau proyek kita ternyata jauh
berbeda dari apa yang sudah direncanakan, tentu tidak perlu kita mengeluh.
Segera saja kita kembali ke jalan yang seharusnya. Koreksi sedikit, dan kembali
melanjutkan perjalanan.
Dalam menghadapi masalah, manusia terbagi tiga. Ada sekelompok orang yang
hidupnya mengeluh saja terhadap masalah. Awalnya hanya masalah kecil, namun
karena terus dipelototin dan terus aja dibolak-balik, maka tampaklah masalah
itu jadi amat besar dan kian menakutkan.
Lalu ada sekelompok orang lagi yang ia bisa menerima masalah itu sebagai sebuah
"takdir" lalu kemudian ia fokus pada solusi. Mata dan pikirannya tidak lagi
terus melihat saja kepada masalah itu, tapi bertanya dan mencari tahu,
bagaimana cara mengatasinya. Pikirannya ia fokuskan pada penyelesaian. Dan
ajaib sekali otak manusia, biasanya dengan mudah orang ini bisa
menyelesaikannya.
Sedangkan kelompok yang ketiga adalah manusia-manusia yang tidak hanya bersabar
dan menerima masalah itu, melainkan ia tetap mensyukurinya sebagai anugerah
Allah yang ia maknai sebagai "ujian ketrampilan", ujian keimanan, ujian
kesabaran, ujian kesempurnaan perjalanan ruhaninya, ujian terhadap
kemanusiaannya. Sehingga dengan demikian, apabila ia berhasil melampauinya,
maka naik kelas lah ia, makin dekat kepada Tuhan, dan makin hebat
ketrampilannya, makin sempurna kemanusiaannya.
Mereka-mereka ini tidak melihat masalah sebagai hal yang negatif, melainkan
melihatnya sebagai jalan dan metoda meningkatkan kemampuan, pengetahuan,
keahlian dan keimanannya, sehingga naiklah derajatnya baik di mata manusia,
maupun di hadapan Tuhan Allah. Ia menganggapnya sebagai peluang meningkatkan
derajat kesempurnaannya. Alhasil, jadilah ia makin sempurna, makin hebat pula
keahliannya, dan makin tinggi pula ilmunya.
Alkisah ada 2 orang sahabat sedang berbincang-bincang.
A: "Saya ini adalah orang yang paling disukai Allah."
B: "Apa buktinya?"
A: "Saya adalah orang yang tidak pernah diberi cobaan oleh Allah".
B: "Justru engkau orang yang paling jauh dari Allah. Sebab orang yang tidak
pernah diberi cobaan, berarti Allah tidak ingin mengujinya."
Jadi gimana? Apakah anda setuju kalau kita bersikap, "welcome the problem?"