Percaya diri adalah sebuah konsep yang abstrak, tapi itu semua bisa kita lihat dengan bagaimana seseorang menunjukkan emosinya. Emosi sangat begitu menular. Pertama, kamu harus memahami bahwa proses ketertarikan itu bersifat emosional, bukan logika. Kamu pasti seringkali menjumpai seorang pasangan yang tidak cocok di mata kamu. Teman-teman mereka secara logika berusaha memperingatkan mereka. Seorang teman perempuan pernah memperingatkan salah seorang sahabat saya, bahwa dia sedang berpacaran dengan pria yang salah, dia pun berkata pada sahabat saya, “ hei, dia itu nggak cocok buat kamu. Dia itu beda agama, dia itu orang kafir, bisa-bisa kamu dimurtadkan sama dia. Lagian, apa yang kamu cari dari dia, dia itu miskin, pengangguran, nggak punya masa depan, dan pemabuk.” Pada kasus lain, saya menjumpai kawan lama saya juga memperingatkan sahabat prianya. “dia itu tidak layak buat kamu. Kamu layak mendapatkan gadis yang baik-baik, bukan perek semacam dia. Dia itu cewek matre, dan punya banyak selingkuhan.” Tapi apa jawab orang yang sedang kasmaran ini? “Tapi saya menyukai dia.”
Apakah peringatan teman mereka itu akan membuat mereka tersadar bahwa mereka mencintai pasangan yang salah? Biasanya tidak akan terjadi. Dan mereka semakin tenggelam dalam lautan cinta. Mungkin kamu juga pernah melakukan hal yang sama, yakni memperingatkan cewek yang kamu sukai agar tidak dekat dengan seorang pria. Tapi kenyataannya, kamu malah menceburkan diri kamu sendiri dalam zona best friend.
Ingat bahwa perasaan tidak bisa dilogikakan, dan keputusan yang bersifat emosional itu tidak bisa digagalkan dengan penjelasan yang bersifat logis. Saat sebuah ketertarikan itu terjadi, sangat sulit untuk menghancurkan ketertarikan itu sendiri. Seperti anak kecil yang tertarik pada sebuah mainan di etalase toko, dia sangat ingin dibelikan mainan. Bahkan dia mengancam, tidak akan mau makan sebelum dia dibelikan mainan. Jika kamu punya anak seperti yang saya ceritakan tadi apakah kamu akan bisakah anak terbujuk anak dengan menjelaskan secara logika? Tentu saja tidak. karena yang namanya emosi itu tidak bisa dilogikakan.
Lalu bagaimana cara mempengaruhi orang yang sudah terlanjur menggunakan emosinya atau orang yang sudha terlanjur terpengaruh secara emosi? Kamu harus bisa mengatur emosi dengan gelombang frekuensi yang sama. Jika kamu ingin orang merasa antusias, kamu harus mulai merasakan antusias dalam dirimu sendiri. Kamu tidak bisa membuat orang lain bersemangat hanya dengan mengatakan “kamu harus semangat.”
Apakah peringatan teman mereka itu akan membuat mereka tersadar bahwa mereka mencintai pasangan yang salah? Biasanya tidak akan terjadi. Dan mereka semakin tenggelam dalam lautan cinta. Mungkin kamu juga pernah melakukan hal yang sama, yakni memperingatkan cewek yang kamu sukai agar tidak dekat dengan seorang pria. Tapi kenyataannya, kamu malah menceburkan diri kamu sendiri dalam zona best friend.
Ingat bahwa perasaan tidak bisa dilogikakan, dan keputusan yang bersifat emosional itu tidak bisa digagalkan dengan penjelasan yang bersifat logis. Saat sebuah ketertarikan itu terjadi, sangat sulit untuk menghancurkan ketertarikan itu sendiri. Seperti anak kecil yang tertarik pada sebuah mainan di etalase toko, dia sangat ingin dibelikan mainan. Bahkan dia mengancam, tidak akan mau makan sebelum dia dibelikan mainan. Jika kamu punya anak seperti yang saya ceritakan tadi apakah kamu akan bisakah anak terbujuk anak dengan menjelaskan secara logika? Tentu saja tidak. karena yang namanya emosi itu tidak bisa dilogikakan.
Lalu bagaimana cara mempengaruhi orang yang sudah terlanjur menggunakan emosinya atau orang yang sudha terlanjur terpengaruh secara emosi? Kamu harus bisa mengatur emosi dengan gelombang frekuensi yang sama. Jika kamu ingin orang merasa antusias, kamu harus mulai merasakan antusias dalam dirimu sendiri. Kamu tidak bisa membuat orang lain bersemangat hanya dengan mengatakan “kamu harus semangat.”