KEKAYAAN VS KEBAHAGIAAN
“Apakah Anda sudah memiliki lebih banyak uang daripada dahulu?” Anda akan bisa menjawab pertanyaan ini dengan mudah. Tetapi jawab pertanyaan ini. “Apakah Anda lebih bahagia sekarang?” Ada kabar buruk untuk Anda. Kebahagiaan dan kekayaan tidak berjalan seiring. Kebahagiaan juga tidak berbanding lurus dengan kekayaan yang dimiliki. Banyak orang beranggapan, “Jika saya kaya, maka saya akan bahagia”. Buang jauh-jauh mitos tersebut. Money can’t buy everything. Kelihatannya semua yang ada di dalam hidup ini harus dibeli dengan uang. Mau buang air saja harus membayar. Mau menghirup udara bersih harus membeli oksigen kalengan. Minimal masih ada sinar matahari yang gratis untuk semua orang. Masih ada lagi yang tidak bisa dibeli dengan uang yaitu kebahagiaan. Anda dapat saja membeli semua barang yang Anda inginkan. Dalam sekejap Anda bisa merasakan kebahagiaan – walaupun semu – yang setelah itu hilang. Kebahagiaan sejati ada dalam hati.
Ada dalam pikiran. Walaupun Anda memiliki duit segudang, kalau Anda tidak bahagia, ya tetap tidak bahagia. Namun walaupun banyak orang tahu bahwa tidak ada satu hubungan yang dekat antara kekayaan dan kebahagiaan, orang tetap berusaha mencari kekayaan. Orang mencari kekayaan karena mereka berpikir persoalan mereka akan terselesaikan dengan uang. Fenomena ini disebabkan oleh adanya reference anxiety. Gregg Easterbrook menerangkan hal ini dalam bukunya The Progress Paradox.
Di era informasi sekarang ini, kesejahteraan makin terlihat dengan adanya media dan menimbulkan keinginan lebih. Pada saat Anda belum memiliki mobil, Anda ngiler melihat mobil dan membatasi diri Anda untuk memiliki mobil yang paling murah. Namun di saat Anda sudah memiliki mobil itu dan duduk di belakang setirnya, Anda memiliki keinginan lebih untuk memiliki mobil yang lebih baik. Mobil yang sekarang adalah kondisi “normal” Anda sekarang.
Ketika Anda merasa mendekati garis finis, sering kali Anda akan merasa bahwa garis finis tersebut malah semakin jauh. Kebahagiaan bukan sesuatu yang serta merta terjadi pada kita, tetapi sesuatu yang diciptakan. Kunci kebahagiaan tidak terletak pada apa yang belum kita miliki, tapi apa kita bisa menikmati apa yang kita miliki sekarang. Orang yang selalu ingin memiliki selalu berusaha mencapai apa yang ia belum punya, sehingga selalu ada kesenjangan. Kesenjangan inilah yang menimbulkan perasaan tidak pernah puas. Orang seperti ini tidak pernah mengenal kata cukup, selalu mengejar kekayaan. Di kepalanya tercetak, uang adalah segalanya. Sebaliknya orang yang menikmati, memfokuskan pikirannya pada apa yang sudah ia miliki. Ia mensyukuri apa yang ia punya. Banyak ataupun sedikit. Semakin ia mensyukuri, semakin mudah ia menikmati. Pada akhirnya akan melahirkan perasaan aman, tenteram, dan bahagia.
Apabila orang tidak pernah bisa menikmati, seberapa pun banyaknya harta tidak akan membuat ia bahagia. Bagaimana kita mensyukuri apa yang sudah kita miliki? Jawabannya sebenarnya sangat sederhana. Ada di dalam pikiran Anda sendiri. Ada gelas terisi setengahnya dengan air. Apa yang Anda lihat pada gelas itu? Gelasnya setengah penuh atau setengah kosong? Apabila gelasnya terisi penuh, apa yang Anda lihat? Apakah gelasnya sekarang terlalu kecil - Enough is never enough? Anda tidak perlu menjadi kaya untuk menjadi bahagia. Semuanya ada di pikiran Anda, tergantung bagaimana Anda melihatnya. Apakah Anda melihatnya dengan kacamata gelap atau kacamata terang. Kebahagiaan tidak bergantung pada siapa Anda dan apa yang Anda miliki. Kebahagiaan sepenuhnya bergantung pada apa yang Anda pikirkan. Kebahagiaan pada akhirnya sama sekali tidak menyinggung tentang uang. Daripada kita sepenuhnya berkutat pada kekayaan Anda, kita seharusnya berpikir tentang hidup kita selanjutnya, kesehatan, kehidupan spiritual, hubungan dengan teman, saudara, pasangan, mengerjakan apa yang Anda sukai. Mungkin hal inilah yang bisa membuat Anda bahagia. Bagaimanapun Andalah pelarinya. Andalah yang menentukan tujuannya.
“Apakah Anda sudah memiliki lebih banyak uang daripada dahulu?” Anda akan bisa menjawab pertanyaan ini dengan mudah. Tetapi jawab pertanyaan ini. “Apakah Anda lebih bahagia sekarang?” Ada kabar buruk untuk Anda. Kebahagiaan dan kekayaan tidak berjalan seiring. Kebahagiaan juga tidak berbanding lurus dengan kekayaan yang dimiliki. Banyak orang beranggapan, “Jika saya kaya, maka saya akan bahagia”. Buang jauh-jauh mitos tersebut. Money can’t buy everything. Kelihatannya semua yang ada di dalam hidup ini harus dibeli dengan uang. Mau buang air saja harus membayar. Mau menghirup udara bersih harus membeli oksigen kalengan. Minimal masih ada sinar matahari yang gratis untuk semua orang. Masih ada lagi yang tidak bisa dibeli dengan uang yaitu kebahagiaan. Anda dapat saja membeli semua barang yang Anda inginkan. Dalam sekejap Anda bisa merasakan kebahagiaan – walaupun semu – yang setelah itu hilang. Kebahagiaan sejati ada dalam hati.
Ada dalam pikiran. Walaupun Anda memiliki duit segudang, kalau Anda tidak bahagia, ya tetap tidak bahagia. Namun walaupun banyak orang tahu bahwa tidak ada satu hubungan yang dekat antara kekayaan dan kebahagiaan, orang tetap berusaha mencari kekayaan. Orang mencari kekayaan karena mereka berpikir persoalan mereka akan terselesaikan dengan uang. Fenomena ini disebabkan oleh adanya reference anxiety. Gregg Easterbrook menerangkan hal ini dalam bukunya The Progress Paradox.
Di era informasi sekarang ini, kesejahteraan makin terlihat dengan adanya media dan menimbulkan keinginan lebih. Pada saat Anda belum memiliki mobil, Anda ngiler melihat mobil dan membatasi diri Anda untuk memiliki mobil yang paling murah. Namun di saat Anda sudah memiliki mobil itu dan duduk di belakang setirnya, Anda memiliki keinginan lebih untuk memiliki mobil yang lebih baik. Mobil yang sekarang adalah kondisi “normal” Anda sekarang.
Ketika Anda merasa mendekati garis finis, sering kali Anda akan merasa bahwa garis finis tersebut malah semakin jauh. Kebahagiaan bukan sesuatu yang serta merta terjadi pada kita, tetapi sesuatu yang diciptakan. Kunci kebahagiaan tidak terletak pada apa yang belum kita miliki, tapi apa kita bisa menikmati apa yang kita miliki sekarang. Orang yang selalu ingin memiliki selalu berusaha mencapai apa yang ia belum punya, sehingga selalu ada kesenjangan. Kesenjangan inilah yang menimbulkan perasaan tidak pernah puas. Orang seperti ini tidak pernah mengenal kata cukup, selalu mengejar kekayaan. Di kepalanya tercetak, uang adalah segalanya. Sebaliknya orang yang menikmati, memfokuskan pikirannya pada apa yang sudah ia miliki. Ia mensyukuri apa yang ia punya. Banyak ataupun sedikit. Semakin ia mensyukuri, semakin mudah ia menikmati. Pada akhirnya akan melahirkan perasaan aman, tenteram, dan bahagia.
Apabila orang tidak pernah bisa menikmati, seberapa pun banyaknya harta tidak akan membuat ia bahagia. Bagaimana kita mensyukuri apa yang sudah kita miliki? Jawabannya sebenarnya sangat sederhana. Ada di dalam pikiran Anda sendiri. Ada gelas terisi setengahnya dengan air. Apa yang Anda lihat pada gelas itu? Gelasnya setengah penuh atau setengah kosong? Apabila gelasnya terisi penuh, apa yang Anda lihat? Apakah gelasnya sekarang terlalu kecil - Enough is never enough? Anda tidak perlu menjadi kaya untuk menjadi bahagia. Semuanya ada di pikiran Anda, tergantung bagaimana Anda melihatnya. Apakah Anda melihatnya dengan kacamata gelap atau kacamata terang. Kebahagiaan tidak bergantung pada siapa Anda dan apa yang Anda miliki. Kebahagiaan sepenuhnya bergantung pada apa yang Anda pikirkan. Kebahagiaan pada akhirnya sama sekali tidak menyinggung tentang uang. Daripada kita sepenuhnya berkutat pada kekayaan Anda, kita seharusnya berpikir tentang hidup kita selanjutnya, kesehatan, kehidupan spiritual, hubungan dengan teman, saudara, pasangan, mengerjakan apa yang Anda sukai. Mungkin hal inilah yang bisa membuat Anda bahagia. Bagaimanapun Andalah pelarinya. Andalah yang menentukan tujuannya.